Siang dan malam keempat pendekar gaib ini setia menunggu kita. Saat genting dan bahaya, dia menyeret kita ke tempat yang aman. Sau...
Siang dan malam keempat pendekar
gaib ini setia menunggu kita. Saat genting dan bahaya, dia menyeret kita ke
tempat yang aman. Saudara penjaga gaib ini bukan jin bukan pula gendruwo.
Semakin lama belajar ajaran-ajaran
leluhur Jawa, kita akan semakin terkagum-kagum pada para nenek moyang. Ilmu
yang mereka ajarkan tidak bertentangan dengan agama, bahkan sesuai dan
memperkaya pemahaman agama yang kita anut.
Sayangnya banyak yang masih
memandang sebelah mata ajaran para leluhur Jawa ini. Bahkan ada yang menuduhnya
sebagai syirik, khurofat dan takhayul. Para penuduh ini mungkin lupa, bahwa
ajaran Jawa disampaikan secara sederhana agar mudah dipahami orang Jawa.
Memang, para leluhur kita kadang tidak fasih melafalkan kata-kata Arab. Para
leluhur ini juga orang yang masih gagap iptek. Namun, jangan salah sangka dulu.
Dari segi kebijaksanaan, ngelmu
batin dan olah rasa para nenek moyang kita dulu bisa diandalkan. Mereka adalah
para waskita yang mampu membangun candi Borobudur, Prambanan dan mampu membuat
sebuah bangunan dengan ketepatan geometris dan geologis. Tidak kalah oleh nenek
moyang bangsa Mesir yang mampu membangun piramida, atau nenek moyang suku Inca,
bangsa Peru yang bisa membangun Manchu Picchu.
Saat agama Islam masuk ke nusantara,
sementara di Jawa saat itu sudah berkembang agama Hindu, Budha dan berbagai
kepercayaan animisme, dinamisme, politeisme. Islam melebur secara pelan dan
damai, berasimilasi serta berosmosis tanpa pertumpahan darah. Islam agama damai
dan tidak memaksa. Orang Jawa bersifat pasrah, sumeleh, sumarah, ikhlas dan
mengandalkan rasa pangrasa. Jadi? Klop sudah!
Bagi orang Jawa, masuknya Agama
Islam yang kaya dengan aspek kebatinan (tasawuf) sangatlah tepat. Orang Jawa
pun tidak kebingungan dengan ajaran-ajaran mistik yang ada di dalamnya. Namun
orang Jawa berhasil menyederhanakan ajaran-ajaran mistik ini dengan terminologi
dan kalimat-kalimat sederhana dan mudah dimengerti. Harap maklum saja, orang
Jawa dulu mayoritas hidup di pedesaan yang sederhana dan tidak banyak berwacana
ilmiah.
Salah satu ajaran Kejawen yang
membahas tentang adanya malaikat pendamping hidup manusia adalah SEDULUR PAPAT
LIMO PANCER. Pancer adalah tonggak hidup manusia yaitu dirinya sendiri. Diri
kita dikelilingi oleh empat makhluk gaib yang tidak kasat mata (metafisik).
Mereka adalah saudara yang setia menemani hidup kita. Mulai dilahirkan di dunia
hingga kita nanti meninggal dunia menuju alam barzakh (alam kelanggengan).
Sebelum hadirnya agama Islam, orang
Jawa tidak memahami konsep malaikat. Maka mereka menyebut malaikat penjaga
manusia dengan sedulur papat. Konsep “sedulur papat” ini oleh orang Jawa
ditamsilkan melalui sebuah pengamatan.
Mulai saat janin tumbuh di perut
ibu, janin dilindungi di dalam rahim oleh ketuban. Selanjutnya adalah ari-ari,
darah dan pusar. Itulah saudara manusia sejak awal dia hidup dan selanjutnya “empat
saudara” ini kemudian dikubur. Namun orang Jawa Percaya bahwa “empat saudara”
ini tetap menemani diri manusia hingga ke liang lahat.
Karena Air Ketuban adalah yang
pertama kali keluar saat ibu melahirkan, orang Jawa menyebutnya SAUDARA TUA.
Saudara ini melindungi jasad fisik dari bahaya. Maka ia adalah SANG PELINDUNG
FISIK.
Selanjutnya yang lebih MUDA adalah
ari-ari, tembuni atau plasenta. Pembungkus janin dalam rahim. Ia melingkupi
tindakan janin dalam rahim yang kemudian mengantarkan kita ke tujuan. Maka ia
adalah SANG PENGANTAR.
Saudara kita selanjutnya adalah
DARAH. Darah ini membantu janin kecil untuk tumbuh berkembang menjadi bayi
lengkap. Darah adalah SARANA DAN WAHANA IRADAT-NYA pada manusia. Darah bisa
disebut nyawa bagi janin. Maka, darah disebut dengan PEMBANTU SETIA MANUSIA
MENEMUKAN JATI DIRINYA SEBAGAI HAMBA TUHAN, CERMIN TUHAN .
Saudara gaib kita terakhir adalah
pusar. Menurut pemahaman Kejawen, pusar adalah NABI. Pusar secara biologis
adalah tali yang menghubungkan perut bayi dalam rahim dan ari-ari. Pusar
mendistribusikan makanan yang dikonsumsi ibu ke bayi. Pusar dengan demikian
MENDISTRIBUSIKAN WAHYU “IBU” MANUSIA yaitu Gusti Allah SWT kepada diri kita.
Keempat saudara gaib ini
sesungguhnya adalah EMPAT MALAIKAT PENJAGA manusia. Yang berada di kanan-kiri,
depan-belakang kita. Maka, tidak salah bila Anda menyapa dan bersahabat akrab
dengan mereka. Secara gaib, Tuhan mmeberikan pengajaran tidak langsung kepada
hati kita. Namun melalui mereka pengajaran itu disampaikan.
Keempat penjaga (malaikat) itu
adalah:
JIBRIL (Penerus informasi Tuhan
untuk kita),
IZRAFIL (Pembaca Buku Rencana Tuhan untuk kita),
MIKAIL (Pembagi Rezeki untuk kita) dan
IZRAIL (Penunggu berakhirnya nyawa untuk kita).
IZRAFIL (Pembaca Buku Rencana Tuhan untuk kita),
MIKAIL (Pembagi Rezeki untuk kita) dan
IZRAIL (Penunggu berakhirnya nyawa untuk kita).
Keempat malaikat itu oleh orang Jawa
dianggap sebagai SEDULUR karib hidup manusia. Bila kita paham bahwa perjalanan
hidup untuk bertemu dengan Tuhan hakikatnya adalah perjalanan menuju “ke dalam”
bukan “ke luar”. Perjalanan menembus langit ketujuh hakikatnya adalah
perjalanan “diri palsu” menuju “diri sejati” dan menemukan SANG AKU SEJATI,
YAITU DIRI PRIBADI/ TUHAN.
Untuk menemukan SANG AKU SEJATI
(limo pancer) itulah kita ditemani oleh EMPAT SAUDARA GAIB/MALAIKAT PENUNGGU
(sedulur papat). Lantas dimana mereka sekarang? Mereka sekarang sedang mengawasi
Anda. Berdzikir mengagungkan asma-Nya. Kita bisa menjadikan mereka sedulur
paling akrab bila paham bagaimana cara berkomunikasi dengan mereka. Caranya?
Pejamkan mata, matikan seluruh aktivitas listrik di otak kiri dan kanan dan
hidupkan sang AKU SEJATI yang ada di dalam diri Anda. Ya, hanya diri sendirilah
yang mampu untuk berkomunikasi dengan para sedulur gaib nan setia ini.
Bagaimana tidak setia, bila
kemanapun kita berada disitu keempatnya berada. Bila kita berjalan, mereka
terbang. Bila jasad kita tidur, mereka akan tetap melek ngobrol dengan ruh
kita. Maka, saat bangun tidur di siang hari pikiran kita akan merasa fresh
sebab ruh kita akan kembali menjejerkan diri kita dengan iradat-Nya. Sayang,
saat waktu beranjak siang polusi nafsu/ego lebih dominan sehingga kebeningan
akal pikiran semakin tenggelam.
Bagaimana agar hidup kita selalu
ingat oleh kehadiran sedulur papat ini yang setia menjaga kita? Sunan Kalijaga
memiliki kidung bagus:
Ana kidung akadang premati
Among tuwuh ing kuwasanira
Nganakaken saciptane
Kakang kawah puniku
Kang rumeksa ing awak mami
Anekakaken sedya
Pan kuwasanipun adhi ari-ari ika
Kang mayungi ing laku kuwasaneki
Anekaken pangarah
Among tuwuh ing kuwasanira
Nganakaken saciptane
Kakang kawah puniku
Kang rumeksa ing awak mami
Anekakaken sedya
Pan kuwasanipun adhi ari-ari ika
Kang mayungi ing laku kuwasaneki
Anekaken pangarah
Ponang getih ing rahina wengi
Angrowangi Allah kang kuwasa
Andadekaken karsane
Puser kuwasanipun
Nguyu uyu sambawa mami
Nuruti ing panedha
Kuwasanireku
Jangkep kadang ingsun papat
Kalimane pancer wus dadi sawiji
Nunggal sawujudingwang
Angrowangi Allah kang kuwasa
Andadekaken karsane
Puser kuwasanipun
Nguyu uyu sambawa mami
Nuruti ing panedha
Kuwasanireku
Jangkep kadang ingsun papat
Kalimane pancer wus dadi sawiji
Nunggal sawujudingwang
(Ada nyanyian tentang saudara kita
yang merawat dengan hati-hati. Memelihara berdasarkan kekuasaannya. Apa yang
dicipta terwujud. Ketuban itu menjaga badan saya. Menyampaikan kehendak dengan
kuasanya. Adik ari-ari tersebut memayungi perilaku berdasar arahannya.
Darah siang malam membantu Allah
Yang Kuasa. Mewujudkan kehendak-Nya. Pusar kekuasaannya memberi perhatian
dengan kesungguhan untuk saya. Memenuhi permintaan saya. Maka, lengkaplah empat
saudara itu. Kelimanya seagai pusat sudah jadi satu. Manunggal dalam perwujudan
saya saat ini)
@wongalus
COMMENTS